PELAYANG BLOG -dunia,kedamaian...," tutur Kazumi Kai setengah berbisik saat kami memasuki Nagasaki National Peace Memorial Hall for the Atomic Bomb Victims,
Air dan cahaya menjadi dua unsur utama di bangunan, yang dibuat khusus untuk mengenang lebih dari 100.000 korban tewas akibat ledakan bom atom di Nagasaki, Jepang, 65 tahun silam, itu. Suasana hening dan syahdu langsung menyergap saat orang memasuki pintu masuk yang berbentuk lorong dengan dinding marmer coklat, diterangi cahaya temaram.
Sebelum memasuki lorong itu, terdapat semacam meja besar terbuat dari marmer hitam, yang dialiri air di atasnya. Permukaan air yang tenang dan mengalir bening seperti mengajak orang mempersiapkan batin sebelum memasuki ruangan suci.
Pusat bangunan, yang dirancang arsitek Akira Kuryu, itu adalah The Remembrance Hall, sebuah atrium luas dihiasi dua baris pilar kaca berbentuk persegi yang berdiri tegak hingga menembus atap. Di antara 12 pilar yang memancarkan cahaya lembut berwarna putih kehijauan itu, terdapat selasar yang berujung pada sebuah altar berbentuk lemari kaca tinggi.
"Di dalam lemari itu, terdapat daftar nama-nama korban bom atom yang sudah teridentifikasi. Jumlahnya sekarang sudah lebih dari 125.000 nama," ungkap Kai. Lemari kaca itu pun menjadi semacam kuburan massal simbolis, tempat semua arwah korban dikumpulkan untuk mendapatkan penghormatan yang layak.
Di ruangan itu, para pengunjung dari seluruh dunia berkesempatan berhenti sejenak, diam dalam hening untuk mengenang salah satu tragedi terbesar kemanusiaan. Saat puluhan ribu nyawa tik berdosa, dari bayi hingga orang-orang jompo, menjadi korban senjata mahadahsyat yang melambangkan puncak angkara murka manusia.
Sasaran cadangan
Pukul 11.02 tanggal 9 Agustus 1945 , bom atom kedua meledak 500 meter di atas kota Nagasaki, setelah tiga hari sebelumnya bom pertama meluluhlantakkan Hiroshima. Menurut Yoshitoshi Fukahori (82 ), salah satu hibakusha- korban selamat dari ledakan bom atom- bom tersebut melenceng sekitar 3 kilometer dari sasaran sesungguhnya.
"Mereka sebenarnya mengincar pusat pemerintahan Prefektur Nagasaki dan kawasan pusat industri dan galangan kapal di sekitar pelabuhan," tutur Fukahori, yang membentuk sebuah komite untuk mengumpulkan foto dokumentasi seputar bencana bom atom di Nagasaki sejak 1979.
Bahkan, Nagasaki pun sebenarnya bukan target utama pengeboman. Dalam surat perintah serangan Angkatan Udara AS, yang salinannya bisa ditemui di Hiroshima Peace Memorial Museum, disebutkan sasaran kedua serangan bom atom setelah Hiroshima adalah kota Kokura, sekitar 165 kilometer sebelah timur laut Nagasaki.
Sejarah ternyata berkehendak lain. Kota Kokura pagi itu tertutup awan tebal sehingga pesawat pengebom B-29 Superfortress "Bockscar", yang membawa bom atom "Fat Man", akhirnya beralih ke Nagasaki, kota cadangan dalam daftar target.
Awan pun sempat menyelimuti sebagian besar Nagasaki waktu itu. Namun, di detik-detik akhir sebelum pesawat kehabisan bahan bakar, selapis awan tersibak di atas Distrik Urakami, wilayah permukiman di bagian utara kota Nagasaki. Tanpa berpikir panjang, bom pun langsung dijatuhkan.
Alhasil, sebagian besar korban tewas pun adalah rakyat jelata yang tak ambil bagian dalam Perang Pasifik. Bom menghancurkan rumah, sekolah, rumah sakit, asrama perawat, penjara, katedral, kuil Shinto, dan kamp tawanan perang berisi tentara-tentara Amerika.
Foto-foto koleksi Fukahori memperlihatkan kehancuran total pada radius sekitar 2 kilometer dari hiposentrum, titik di atas tanah yang berada tepat di bawah pusat ledakan. Mayat-mayat tak dikenal bergelimpangan. Bahkan, hingga dua bulan setelah ledakan, onggokan tulang belulang manusia masih berserakan di jalanan kota, di antara puing-puing bangunan.
Tak berbekas
Namun, semua itu tak terlihat bekasnya sama sekali di Nagasaki masa kini. Berbeda dengan Hiroshima, yang masih melestarikan puing-puing bangunan Balai Promosi Industrial menjadi Kubah Bom Atom Hiroshima, di Nagasaki sama sekali tak ditemukan jejak kehancuran yang ditimbulkan bom atom.
Alih-alih, seluruh lokasi di sekitar hiposentrum telah berubah menjadi rangkaian taman dan museum yang sangat indah, dihiasi patung-patung hasil karya seniman dari berbagai belahan dunia. Hampir tak terbayangkan, di bawah taman seindah itu dulunya adalah ladang pembantaian, dan mungkin masih tersimpan abu atau serpihan tulang ribuan korban yang terpanggang panas ledakan hingga 3.900 derajat celsius.
"Saya suka merasa malu jika ada teman dari luar kota dan luar negeri menanyakan, di mana bekas ledakan bom atom itu," ungkap Fukahori.
Akan tetapi, di sisi lain, di situlah terletak kelebihan masyarakat Nagasaki, yang mencerminkan ketangguhan bangsa Jepang. Mereka berhasil menutup luka yang sangat dalam itu dengan meletakkan masa lalu di masa lalu, tanpa melupakan semua pelajaran yang bisa diambil untuk melangkah ke depan.
Taman-taman indah yang membentang di tengah Distrik Urakami saat ini seolah melambangkan keindahan perdamaian dunia, yang seharusnya dibangun di atas puing-puing segala perang.
"Tak ada gunanya kita selalu marah dan memendam dendam karena bom atom itu. Kita butuh rasa memaafkan. Yang penting sekarang adalah perdamaian, jangan sampai tragedi ini terulang lagi," tutur Fukahori, yang kehilangan kakak perempuan dan beberapa anggota keluarga lain dalam tragedi itu.
Di atas atap Remembrance Hall,
Kamis, 05 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas comment nya kawan. Silahkan datang kembali ke blog saya ini ya?