Kisah mualaf dan seekor ayam - Pelayangwap

Breaking

Recent Posts

Rabu, 21 Juli 2010

Kisah mualaf dan seekor ayam

Sesungguhnya penciptaan makhluk -termasuk di dalamnya manusia -selalu sesuai dengan kapasitas tugas dan kewajibannya. Terus terang saja, itu untuk pertama kalinya saya tersentak; antara terharu, tersenyum, dan termenung. Keterpakuan yang membuat kalimat-kalimat beliau terasa terus mengiang- ngiang di telinga saya. "Saya mendapatkan hidayah dan masuk Islam," katanya, "lewat mimpi." Waktu itu, saya tak begitu respek. Entahlah, saya selalu berpendapat dangkal pada orang-orang yang masuk Islam lewat mimpi; katanya,bertemu Rasulullah, orang berjubah putih, dan pengalaman-pengalaman supranatural lainnya. Tentu saja -menurut saya- hal ini tidak realistis. Saya pikir, saat seseorang menentukan langkahnya, haruslah berproses dalam pemikiran yang ilmiah. Tetangga saya masuk Islam gara-gara (katanya) mimpi bertemu Sunan Kalijaga. Hanya sebatas itu saja. Bertemu saja. Boro-boro kalau sempat berkenalan atau bertukar alamat, berjabat tangan, apalagi mengobrol. Cuma bertemu sebentar. Katanya, Sunan Kalijaga mengenakan jubah warna hijau kesukaan beliau dan sedang berjalan entah ke mana. Paginya, dia masuk Islam. Alangkah mudahnya berganti akidah. Kalau dipikir, apa hubung antara bertemu Sunan Kalijaga dengan memeluk agama Islam? Toh, zaman dulu banyak orang yang bertemu Sunan Kalijaga malah secara langsung. Beruntung saat itu dia mimpi bertemu Sunan Kalijaga. Bagaimana kalau dia bertemu Hitler atau Syeikh Siti Jenar? Atau bagaimana kalau dia bertemu dengan Dewa Wisnu? Kalau besok dia mimpi ketemu Dewi Kwan Im, jangan-jangan terus memeluk Konghucu, atau lebih parah, menjadi pengikut Sun Go Kong. Kalau seseorang memutuskan memeluk Islam setelah pergulatan pikiran, pertimbangan masak, mencari kebenaran dan seterusnya yang akhirnya membawanya pada pemahaman yang proporsional sekaligus mantap, maka wajar dan biasanya keislamannya tidak perlu disangsikan. Insya Allah. Saya tidak mengatakan bahwa agama terbebas dari hal-hal irrasional semacam di atas. Takdir dan rezeki adalah sesuatu yang tak bisa diterjemahkan secara langsung. Ruh, malaikat, jin adalah mata pelajaran 'tak terlihat' dalam kerangka kegaiban yang menjadi komponen kelengkapan iman. Tapi juga bukan dalam arti agama adalah sesuatu yang mutlak irrasional. Semuanya mesti ada dimensi-dimensinya. Kembali pada materi ceramah Ustadz tadi. Singkat cerita, setiba beliau pada kalimat yang menyatakan proses masuk Islamnya, saya langsung melengos merasa tak begitu tertarik. Seperti saya katakan tadi, apa hubungan antara mimpi bertemu Sunan Kalijaga dengan masuk Islam? Ooo... tapi tidak. Dalam ceramah yang saya ikuti dengan ogah-ogahan itu, ternyata akhirnya saya harus terpaku pada pengembaraan pemikiran yang menembus sisi-sisi ruhiyah saya. Dengarlah, mimpi apa yang begitu dahsyat telah mengubah kemudi seorang F.X. Rusharyanto ini. "Saya mimpi bertemu ayam," katanya. Ayam? Benar-benar ayam? Kok, bukan Sunan siapa, atau kalau berani lebih heboh, ketemu Rasulullah. Ayam sehebat apa yang bisa membuat beliau masuk Islam? "Benar-benar ayam," lanjutnya. "Jangan dulu tertawa dengan mimpi saya yang aneh. Benar, ayam. Saya tidak bermimpi bertemu dengan Rasulullah, orang berjubah putih, atau gadis yang berjilbab." Lantas, apa istimewanya ayam ini? Masih mendingan kalau mimpinya ketemu gadis memakai kerudung seperti yang suka dipajang pada bandrol jilbab. "Ayam ini bisa ngomong." Ooo... bisa ngomong. Kayak film kartun, dong? Terus, apa kaitannya dengan Islam? "Ayam itu berkata pada saya, 'bacalah ayat-ayat Tuhan yang ada pada lututmu.'" Entahlah, mungkin karena agaknya seperti dongeng, maka saya menjadi tertarik. "Lutut?" lanjut sang Ustadz. "Tidak ada ayat apa pun dalam lutut saya,' begitu bantah saya pada si ayam. Lantas, ayam itu melanjutkan kalimatnya, 'Tidakkah kauperhatikan perbedaan antara lutut ayam dan lutut manusia? Perhatikanlah wahai manusia dan bacalah. Tempurung lutut kalian diciptakan Tuhan dan diletakkan di depan, berbeda dengan lutut ayam yang diletakkan di belakang. Itu disebabkan kalian tidak diperintah Tuhan untuk mengeram. Ayam diperintahkan untuk mengeram sehingga tubuhnya disempurnakan untuk melaksanakan tugas itu.' Cukup lama saya memikirkan kalimat ayam itu sebelum kemudian saya bertanya, 'Lantas, apa yang diperintahkan pada manusia yang memiliki lutut di depan?'" Nah, ini yang membuat saya mulai tertarik. Kenapa? Lantas apa jawaban si ayam? "Ayam itu," lanjut beliau, "mengatakan, 'kepada manusia, Tuhan memerintahkan untuk rukuk dan sujud. Itulah kenapa lutut kalian diletakkan di depan. Bentuk kesempurnaan penciptaan di mana susunan yang demikian adalah untuk melaksanakan perintah rukuk dan sujud." Subhanallah... betapa saya selama ini tak pernah membaca ayat yang begini indah. Lantas, berapa banyak lagi ayat yang belum dan tidak terbaca oleh pikiran saya yang lemah ini? Sungguh, ilmu dan ayat Allah tak akan selesai ditulis kendati laut diubah menjadi tinta dan digunakan untuk menulisnya, bahkan jika didatangkan satu laut lagi sebagai tinta, dan satu laut lagi sebagai tinta, dan.... Allah... pandang-Mu sajalah pandang yang tak terhalang. Allah... ilmu-Mu saja ilmu yang tak berujung. Setiap yang didapati pada manusia, hanyalah seper sekian debu-Mu. Ampunilah kesombongan dan kelemahan kami. Amin. ___________ (diceritakan oleh Sakti Wibowo, di mailist kisah islami) Sumber: Swara Quran

4 komentar:

  1. sungguh kisah penuh hikmah, apa boleh saya copy ke blog saya ?, wassalam.

    BalasHapus
  2. Silahkan kawan, trimakasih dah berkunjung

    BalasHapus
  3. sy juga mau ngopy di fb sy,,,
    boleh kn???

    BalasHapus
  4. kalo masih ada dipostkn lg kisah2 yg menyejukkan ya,,,

    BalasHapus

Terimakasih atas comment nya kawan. Silahkan datang kembali ke blog saya ini ya?